Wednesday, February 7, 2018

Walesi, Surga Kecilku (Late Post)

Lagi pengen posting tulisan jadul. Tepatnya aku nulis ini tanggal 14 februari 2015, beberapa hari setelah ulang tahunku yang ke 24. 


Walesi, Surga Kecilku

*Prolog        

Siapa sangka aku ‘kan sampai di ujung timur Indonesia. Mengabdikan diri mengajar anak-anak Walesi, Papua yang beragama muslim tak pernah terbesit sedikitpun di benakku. Hidup disini sangat jauh berbeda dengan tempat tinggalku di Pekanbaru, yang semuanya serba ada. Tapi dengan berada disini aku jadi lebih banyak belajar tentang hidup. Aku tidak hanya menjadi guru disini, tapi juga sebagai murid. Aku tidak hanya mengajar tapi juga belajar. Aku tidak hanya mendidik tapi juga dididik. Semakin hari aku semakin bertumbuh disini, dan berharap sepulang dari tempat ini aku punya bekal untuk menjalani masa depanku dan menjadi manusia yang lebih baik lagi. 

·         Semua bermula dari sini…
Aku mencoba mengingat kembali apa alasanku mengikuti tes SM-3T dan PPG yang diadakan oleh DIKTI. Aku tidak terlalu ingat kapan persisnya aku mengetahui program tersebut. Yang aku tahu saat itu aku masih menjadi mahasiswa, masih kuliah di kelas seperti biasanya. Aku tidak terlalu mendengarkan cerita dosenku hari itu karena berbagai hal menghinggapi pikiranku. Tapi mengetahui tentang program SM-3T, tujuanku setelah tamat nanti pun berubah, aku merasa memiliki mimpi baru.

Sejak masuk perkuliahan di pendidikan kimia, aku tak pernah memiliki mimpi akan menjadi guru yang bagaimana. Yang aku tahu, saat akan tamat SMA aku mengikuti keinginan orang tuaku, menjadi seorang guru. Profesi guru memang mulia, darinya lahir calon-calon pemimpin, penggerak dan pelopor kemajuan negeri ini. Jadi guru di era modern pun tak lagi sulit, gajinya jelas, uang tunjangan dan lain-lain pun ada. Jadi guru, kita bisa memiliki waktu yang cukup banyak bagi keluarga dibandingkan pegawai kantoran, ketika siswa libur, guru pun ikut libur. Semua hal positif ini menjadi wejangan orang tuaku saat aku akan memutuskan masa depanku. Aku memang suka berbagi ilmu, aku suka mengajar dan diajar, tapi untuk menjadi guru di sekolah, sedikitpun tak pernah terniat bahkan terbesit dipikiranku.

Seiring bergulirnya waktu, kucoba untuk merajut mimpi baru ini. Aku mengumpulkan kembali kepingan-kepingan semangatku untuk meneruskan langkah yang telah kupilih. Yaitu menjadi guru. Aku mulai belajar melihat kehidupan ini dari sudut pandang guru. Aku mulai banyak mencari tahu tentang pendidikan negeri ini. Aku berusaha mencontoh para pendahulu yang banyak berkorban demi pendidikan negeri ini. Aku mulai memaknai arti sekolah, tidak hanya bagi guru tapi juga bagi siswa. Sekolah bukan hanya tempat menuntut ilmu, bukan hanya tempat pelarian dari masalah, bukan hanya tempat mencari ijazah. Tapi lebih dari itu, disinilah semua mimpi dan cita anak-anak muncul, disinilah tempat cinta dan persahabatan bersemi, disinilah seseorang bisa turut andil dalam pertumbuhan dan perkembangan generasi baru menuju impian-impiannya.

Sebelum tamat aku sudah pernah terjun langsung menjadi guru di sekolah. Yaitu pada saat PPL 2 dan penelitian tugas akhir. Meskipun masih calon guru aku coba menerapkan dan mencari cara belajar mengajar yang baik menurutku. Aku mencoba berbaur dengan siswa-siswaku. Berbagi ilmu, berbagi cerita. Aku belajar ikhlas dan belajar tidak marah pada siswaku. Sekesal apapun hatiku, aku mencoba tetap menjaga ucapanku dan memilih diam daripada harus menyakiti perasaan siswaku. Karena aku tak suka guru yang jutek dan judes. Aku belajar merebut perhatian seluruh siswaku tanpa terkecuali. Karena aku tak suka guru yang pilih kasih. Aku melatih ingatanku untuk menghapal seluruh nama siswaku. Karena aku tak suka guru yang mengajarku tidak tahu namaku. Aku mencoba mengajarkan mereka untuk tidak malas dengan selalu memberikan tugas ataupun catatan, dan menghargai usaha mereka dengan selalu memeriksanya serta menilainya. Karena aku tak suka guru yang selalu memberikan tugas tapi lupa memeriksanya bahkan mengumpulkannya. Aku akan selalu memberikan kesempatan bagi yang mau berusaha dan berubah. Karena aku tak suka guru yang men-judge siswanya pasti tidak bisa. Aku akan selalu mendengarkan keluh kesah siswaku dan berusaha terus menjadi lebih baik. Karena aku hanya ingin menjadi guru yang baik bagi siswaku.

Jika hanya ingin menjadi seorang guru yang baik, haruskah mengikuti SM-3T? Sebenarnya tidak. Tapi saat itu bagiku "Ya" aku harus ikut SM-3T. Aku merasa aku perlu membekali diriku dengan menambah pengalaman mengajar di daerah 3T. Dari televisi, dari berbagai artikel, aku sudah melihat dan mendengar cukup banyak bagaimana pendidikan di negeri ini, terutama di daerah 3T. Pun sebagai anak bangsa, aku rasa aku belum pernah berbuat apa-apa untuk negeri ini. Dengan bekal yang kumiliki yaitu ijazah S1, setidaknya walaupun sedikit aku bisa turut andil mensukseskan program pemerintah ini. Mengabdi pada negeri ini. Aku tak mempersoalkan bagaimana kehidupanku disana nanti. Mau bagaimana gajinya, tempat tinggalnya, keamanannya, fasilitasnya, sungguh aku tak ambil pusing. Aku yakin pertolongan Allah akan senantiasa ada dimanapun aku berada. Lalu jika hanya begitu haruskah melalui SM-3T? Jawabannya lagi-lagi "Ya". Jika aku ingin mewujudkan keinginan-kenginanku ini aku tak punya pilihan lain selain SM-3T. Hanya dengan program ini aku bisa meyakinkan kedua orang tuaku untuk mendukung inginku. Hanya dengan program ini aku bisa keluar dari rumahku tanpa membuat orang tuaku banyak khawatir.

·         Aku peserta SM-3T…


66 pejuang SM-3T dari Riau

Mona Hotel Plaza, disini aku bertemu wajah-wajah baru yang akan menjadi teman seperjuang, teman berbagi, teman senasib, tapi aku lebih suka menyebutnya sebagai keluarga baruku. Kegiatan prakondisi yang diikuti sebanyak 60 peserta ini berlangsung dari tanggal 13-25 Agustus 2014. Kami adalah peserta SM-3T angkatan ke-III LPTK Universitas Riau dan angkatan IV Nasional. Disini aku menempati kamar hotel nomor 339 bersama Ningsih, Opi dan Nisa. Ningsih adalah alumni pendidikan biologi, sedangkan Opi dan Nisa adalah alumni pendidikan Matematika.

            Selama dilatih dan dididik disini banyak ilmu bermanfaat yang kami peroleh. Mulai dari pengetahuan tentang hukum, kependudukan, manajemen sekolah, kurikulum 2013, UKS, pramuka, wawasan kebangsaan dan ketahan malangan. Semakin hari kami dibuat semakin yakin dengan jalan yang kami pilih ini. Kami dibuat semakin siap untuk menghadapi apapun tantangan yang akan tiba nantinya. Baik saat berada di Kabupaten Belu, NTT maupun di Kabupaten Jayawijaya, Papua.
saat jadi ketua regu di kegiatan pramuka

 ditunjuk jadi danton sebelum berangkat ke Yonif 132

            Hal paling berkesan adalah saat kami dibawa ke Yonif 132 Wira Bima di Salo. Kami diajak berkeliling dan juga dilatih menembak dengan senapan SS1. Pertama kali dengar suara tembakan secara live rasanya memang deg-degan sekaligus menakutkan, tapi bukannya takut aku malah semangat pengen mencoba bagaimana rasanya menggunakan senapan. Tanpa ragu sedikitpun aku menjadi salah satu peserta perempuan pertama yang memegang senapan dan mencoba untuk menembak. KAmi masing-masing diberi kesempatan menembak sebanyak tiga kali. Rasanya super sekali!!! 


Selama prakondisi aku bisa melihat dan membaca berbagai alasan teman-temanku memilih mengabdikan diri di program SM-3T. Aku juga punya alasan tersendiri disini. Seperti salah satu quote yang ada dalam film UP yaitu "Adventure is out there", maka selagi aku muda aku mau membuat petualanganku sendiri, dan caranya aku harus keluar dari sini, maka inilah pilihanku SM-3T. Aku yang sejak dulu tak pernah jauh dari orang tuaku, yang biasa mendapatkan fasilitas lengkap apapun yang aku mau, yang hanya selalu berbicara tentang negeri ini tapi belum pernah melakukan aksi nyata apapun, akhirnya memutuskan untuk mengambil keputusan terbesar dalam hidupku. Pergi jauh memberi sekaligus menimba ilmu dan mencari pengalaman hidup. Kabupaten Jayawijaya, Papua, I'm coming.

·         Welcome to Wamena
Senin, 28 Agustus 2014 hari terakhir melihat langsung senyum keluargaku, terutama ibuku. Aku tahu mereka sedih, tapi mereka tak punya pilihan selain mendukung keinginanku kali ini. Ini adalah perjalanan pertamaku tanpa mereka. Aku tak pernah pergi kemana-mana sendiri tanpa mereka. Tapi aku tak benar-benar sendiri, aku punya keluarga baru yang senasib denganku kini. Aku menguatkan hatiku untuk tak meneteskan airmata. Aku pergi untuk mengabdi pada negaraku, mengapa aku harus bersedih?

Kami tiba di bandara Sentani, Jayapura pukul 7 pagi. Penerbangan menuju Wamena sekitar jam 1 siang, artinya lagi-lagi kami harus menunggu di bandara. Bayangkan, untuk menuju Wamena kami harus tiga kali naik pesawat, ini perjalanan yang amat sangat melelahkan.


Pukul setengah dua kami pun tiba di bandara Wamena, turun dari pesawat kami langsung disambut dengan angin dingin. Tapi bandara disini tak seperti bandara sebagaimana biasanya, lebih seperti tempat "penampungan" menurutku. Turun dari pesawat kami langsung dibawa ke tempat menunggu barang. Lihat orang berkoteka? Hahaha, dari awal turun pesawat sudah kami sudah tersuguhi bapak-bapak berkoteka. 

Cuaca di Wamena sangat berbeda dengan Riau. Disini sangat dingin, untungnya aku sudah mempersiapkan senjataku, sleeping bag. Sebelum berangkat kesini kami memang sudah diberitahu oleh senior untuk mempersiapkannya. Kami menginap di asrama "SILIMO SILOAM" ini selama tiga hari bersama anak-anak SM-3T dari LPTK Universitas Mulawarman yang berjumlah 30 orang. Mereka tiba disini sehari lebih cepat dari kami. Selama disini aku tidur sekamar dengan Rani dan Kak Inda.

30 Agustus 2014, kami dipertemukan dengan kepala sekolah yang akan membawa kami ke tempat penugasan. MI Merasugun Asso Walesi, bersama Fatma peserta SM-3T dari UNMUL, aku akan memulai hari-hari baruku. Kata Pak Anwar, Kepala MI, selama setahun kami akan menempati rumah lamanya bersama dua orang guru SM-3T yang bertugas di YPPK Walesi, yaitu Fitri dan Erna. Fitri satu LPTK denganku, prodi Pendidikan Ekonomi. Erna satu LPTK dengan Fatma, prodi Pendidikan Biologi. Sedangkan Fatma sama denganku, prodi Pendidikan Kimia. Menurut cerita Pak Anwar tempat tinggal kami lumayan aman, listrik dan air lancar, dekat dengan mesjid dan pos tentara. Selepas ngobrol-ngobrol kami berempat langsung dibawa ke rumah Pak Anwar yang terletak di jalan Yos Sudarso.
foto bareng Pak Anwar, Kepsek MI

Keesokkan harinya kami berempat belanja bahan makanan, karena mengingat tempat tinggal kami akan jauh dari kota. Bertepatan dengan hari Minggu, maka kami pun belanja siang hari. Kenapa? Ada keunikan tersendiri di kota Wamena ini, hari Minggu dikenal sebagai Hari Tuhan, karena hari Minggu adalah hari ibadah bagi umat kristiani, sehingga untuk menghormati hari ibadah ini warga tidak boleh melakukan aktifitas apapun dari pagi sampai siang selain ibadah di gereja. Hal yang paling mencengangkan lainnya disini adalah harga-harganya yang mahalnya luar biasa. Harga semua barang di Wamena bisa dua sampai tiga kali lipat mahalnya, alasan klasik yang selalu diucapkan para pedagang adalah karena barang-barang naik pesawat.

·         Here I am…

Hujan turun pada pagi 1 September, walaupun begitu kami tetap semangat untuk bersiap-siap, karena ini adalah hari penyerahan peserta SM-3T dari LPTK kepada Pemda Kabupaten Jayawijaya. Kami juga diberitahu sebelumnya bahwa setelah acara masing-masing kami akan dijemput kepala sekolah untuk diantar ke distrik-distrik tempat kami bertugas selama setahun.

Benar saja, setelah acara, aku dan tiga teman lain yang ditugaskan ke Distrik Walesi dijemput oleh Pak Anwar Mas’ud, S.Ag Kepala Sekolah MI Merasugun Asso Walesi. Diantara seluruh peserta SM-3T Kabupaten Jayawijaya, kami adalah peserta pertama yang dijemput. Perjalanan menuju distrik Walesi disuguhi dengan hamparan hijau pegunungan yang indah, semua serba hijau dengan langit yang membentang biru berarakkan awan-awan putih. Indah sekali. Kesan pertamaku ketika tiba di Walesi adalah, ternyata Walesi lebih dingin daripada kota Wamena.

Alhamdulillah disini kami diberikan rumah yang nyaman dengan fasilitas lengkap, selain itu listrik dan air juga sangat lancar. Rumah bercat biru inilah yang menjadi rumah kami berempat selama lebih kurang satu tahun. Dibelakang rumah ada pos tentara Walesi sedangkan di sebelah kanan rumah ada mesjid Al-Aqso. Sekolah MI dan MTs Merasugun Asso terletak di depan mesjid, selain itu ada juga pondok pesantren Al-Istiqomah yang seluruh santrinya juga bersekolah disini. Dari belakang mesjid ini kita bisa melihat jelas kota Wamena, yang kalau malam tiba akan terlihat lampu-lampu kota Wamena berkelap-kelip indah.

Awalnya kukira aku hanya akan mengajar di MI. Ternyata disini aku juga akan mengajar di pesantren dan MTs. Kepala Sekolah MI Merasugun Asso Walesi adalah Pak Anwar Mas’ud, S.Ag, sekolah ini memiliki enam orang guru, dengan satu orang PNS yaitu Pak Sumadi dan lima lainnya adalah honorer. Diantara kelima guru honorer ini, tiga orang merupakan ustad di Pesantren, yaitu Ustad Mahmudi, Ustad Baidi dan Ustad Abdurrohim. Kemudian ada ibu Arianti, S.Pd.I sebagai guru bidang studi agama dan Ibu Aminah Yelipele, seorang guru pribumi yang direkrut mengajar kelas 1 untuk memudahkan dalam pengajaran bahasa Indonesia. Sedangkan guru di MTs sebenarnya belum ada, hanya ada kepala sekolah, itupun sedang tidak berada di tempat karena sedang melaksanakan ibadah Haji. Kelas untuk MTs memang baru dibuka tahun ini, sehingga tenaga pengajarnya berasal dari guru-guru MI ditambah dua orang guru sukarela yaitu Pak Taha dan Pak Rudi. Dengan hadirnya aku dan Fatma, kebutuhan guru di MI dan MTs ini pun cukup terpenuhi.

Di sekolah MI aku dipercaya menjadi wali kelas IV dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, sedangkan di MTs aku ditunjuk sebagai guru bidang studi Bahasa Inggris. Aku dan Fatma bekerja sama untuk meningkatkan gairah dan semangat siswa melalui beberapa kegiatan. Selama di Walesi aku tidak hanya sibuk dengan kegiatan sekolah dan pesantren. Pada sore hari sesekali aku ikut berolahraga bersama anak-anak, ikut nonton maksudnya hehe. Disini ada dua lapangan, yaitu lapangan voli dan bola kaki, kedua lapangan ini selalu ramai baik oleh laki-laki maupun perempuan. Pada dasarnya aku ini malas sekali berolahraga, tapi demi anak-anak aku pun mau, lagi-lagi mau nonton maksudnya, haha

Masyarakat Walesi sangat ramah, setiap bertemu mereka akan selalu menyapa dengan kata “La Ok” yang berarti salam. Kami juga sering mendapatkan kiriman sayur mayur dan “Hipere” atau ubi rambat. Meskipun mayoritas beragama islam, tetapi masyarakat masih berternak “wam” atau babi. Hal ini dikarenakan masyarakat masih belum bisa meninggalkan adat istiadat mereka yang apabila menikah harus menyiapkan babi, dan juga untuk denda damai jika terjadi konflik. Masyarakat disini kebanyakan masih tinggal di dalam honai, rumah adat khas Papua, sedangkan memasak disini dikenal istilah bakar batu. Selain dari warga, kami juga sering mendapatkan kiriman makanan dari pesantren, terutama dari Pak Sumadi, kepala asrama pesantren. Bapak ini sangat baik dan sudah kami anggap seperti orang tua sendiri.

·         My First Time…
2 September 2014, pertama kali aku mengajar kelas IV, saat mengajar disini awalnya biasa saja. Tapi, menjelang istirahat tiba-tiba “anak-anakku” mengajakku naik gunung untuk melihat bendera merah putih. Gunung Pesali, gunung ini terletak di belakang sekolah. Ini adalah pengalaman pertamaku mendaki, gunung ini sebenarnya tidak terlalu tinggi, mungkin lebih tepat disebut bukit, tapi untuk pemula sepertiku pendakian perdana ini bikin aku sampai ngos-ngosan.  Anak-anak sampai khawatir melihat aku hampir pingsan. Salah seorang anak lari-lari turun gunung mengambilkan botol air minum. Bu gurunya ngerepotin yak, hehe. Sesampainya disana aku mengajak anak-anakku untuk hormat pada bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Aku berharap anak-anakku akan tumbuh menjadi anak-anak yang cinta pada tanah airnya. Anak-anak yang akan menjadi generasi emas bangsa ini.

Di sekolah kami juga mengaktifkan kembali kegiatan Upacara Senin pagi dengan melatih siswa-siswa setiap hari sabtu. Pertama kali melatih anak-anak latihan upacara cukup sulit. Karna anak-anak udah lupa bagaimana upacara. Untung kami dibantu beberapa anggota tentara. Kami juga mengaktifkan kembali perpustakaan, membuat dan mengisi mading sekolah bersama siswa. Hal ini diharapkan agar siswa memiliki kegiatan lain selain belajar  sehingga siswa tidak jenuh dan semangat bersekolah, serta untuk meningkatkan rasa kebersamaan antara kami dan para siswa. 

latihan upacara perdana

Yusri, Dewi, Ani, Nigina dan Jannah, pengunjung setia perpustakaan

kegiatan olahraga di sore hari,
meskipun paling kecil, aimo gak bisa dipandang sebelah mata

mading kelas karya kelas IV, anak-anak hebatku

kolaborasi hasil karya anak-anak dan bu gurunya,
jadi makin cantik kena sihir bu guru Fatma

       Berbeda dengan distrik lainnya, di Walesi selain mengajar di sekolah kami juga ikut mengajar para santri mengaji di mesjid. Walesi dikenal sebagai perkampungan muslim terbesar di Papua. Walesi sering disorot beberapa kali oleh televisi swasta dan beberapa majalah islam. Aku sendiri banyak mengucap puji syukur melihat anak-anak Papua mengenakan jilbab, begitu pula saat pertama kali mendengar salawat yang dilafazkan oleh salah seorang santri di mesjid. Kegiatan mengaji dilaksanakan pada ba’da subuh, ashar, dan maghrib. Selain mengaji, juga ada kegiatan belajar malam, aku dan teman-teman juga ikut mengajar bersama para ustad dan guru-guru lainnya. Perlu diketahui, sebelumnya aku tak pernah mengajar mengaji di mesjid manapun, jadi ini adalah pertama kalinya bagiku. Jadi ustadzah dadakan aku disini, haha. Hal berbeda yang kurasakan lainnya adalah, disini setelah azan, anak-anak akan bersalawat. Kemudian sebelum shalat anak-anak akan membaca dua kalimat syahadat dan niat shalat secara berjemaah. Lalu setiap malam selasa akan dilaksanakan praktek shalat dan malam jum’at akan dilaksanakan yasinan


mesjid Al-aqsho, pusat kegiatan santri

Disini juga untuk pertama kalinya aku merayakan Hari Raya Idul Adha di tanah Papua. Hal yang paling membahagiakan adalah aku dapat merayakannya bersama keluargaku SM-3T LPTK Universitas Riau. Kami sampai urunan supaya bisa ikut menyumbangkan seekor sapi. Selama beberapa hari menjelang hari qurban aku bersama anak-anak sibuk mencari rumput untuk makan sapi. 
Pada hari raya qurban hal unik yang takkan kita temukan di mesjid manapun adalah mendengar khutbah dalam bahasa Indonesia dicampur bahasa Papua.
          
·         They are the Inspiration 
kesayangan bu guru Ranti

     Selama ini aku hanya menjadi guru bidang studi Kimia. Tak pernah terfikirkan aku akan menjadi seorang wali kelas, MI pula. Menghadapi anak SD/MI tidak sama caranya dengan menghadapi anak-anak SMA. Mereka masih polos, suka bermain, dan kadang-kadang ulahnya bikin garuk-garuk kepala. Aku sempat kewalahan menghadapi mereka, tapi aku berusaha untuk sabar dan mencoba memahami mereka. Aku mengajar enam orang siswa di kelas 4 yang harusnya tujuh orang. Karena Rudi Yelipele hanya hadir 1-2 kali kemudian memilih berhenti dan membantu orang tua. Keenam lainnya adalah Aimo, Ani, Dewi, Yusri, Rohim dan Rian. Mereka semua mempunyai fam “asso”. Fam itu sama dengan marga seperti orang Bataklah kira-kira. Karena mereka semua ber-fam asso, aku pun diberikan fam asso pula oleh mereka. Jadilah namaku Ranti Asso disini. 

     Anak-anakku sangat suka pelajaran matematika, menggambar dan olahraga. Untuk pelajaran yang lain aku harus pakai trik supaya mereka bisa duduk tenang dan memperhatikan pelajaran. Semua siswaku sudah mengenal huruf dan bisa membaca. Diantara keenam siswaku, Ani adalah yang terpintar dan paling rajin, sedangkan Rian adalah yang paling lemah dan malas baca. Rian sudah bisa membaca sedikit, tapi masih sangat lambat dan sering mengeja dulu saat membaca. Aku sampai harus duduk di sebelahnya supaya dia tidak lari dan menyelesaikan tugas membacanya.

rian yang slalu dapat belajar baca tambahan diluar jam kelas

disaat teman-teman lain gambar yang unik-unik,
Rohim jadi yang paling unik dan simple, bendera Merah Putih

sebenarnya udah jam istirahat, tapi aimo minta penjelasan tambahan,
ujung-ujungnya semua ikut dengerin

dewi buat kincir-kincir di jam prakarya

belajar diluar kelas asik juga

            Anak-anakku yang perempuan sangat suka memberiku bunga. Hampir setiap hari ada saja yang datang ke rumah mengantarkan bunga. Pernah waktu itu hari pertama ujian aku dibuat pusing karena Dewi dan Aimo menghilang dari kelas, ternyata mereka pergi ke kolam mencari bunga. Tanpa merasa bersalah apalagi takut dimarahi, mereka lari-lari ke arahku, dengan napas yang masih terengah-engah mereka bilang, "selamat hari guru bu guru Ranti". Ya ampun aku sampai speechless dengan kelakuan mereka ini. Siapa yang bisa marah kalo anak-anaknya tulus begini ^^

"selamat hari guru bu guru Ranti"


            Meskipun terkadang mereka berulah dan susah dinasehati, tapi perlakuan mereka yang tiba-tiba menunjukkan rasa kasih sayangnya membuatku luluh dan semakin kuat untuk bertahan disini sampai tugas dan tujuanku untuk berusaha merubah mereka menjadi sedikit lebih baik tercapai. Meskipun kadang aku harus "makan hati" karena tingkah laku mereka, haha. Meskipun mereka muslim minoritas, tapi rasa percaya diri mereka saat mengenakan jilbab kemana-mana dan pergi shalat ke mesjid membuatku terharu dan berusaha menjadi lebih baik agar bisa menjadi panutan bagi mereka. Aku sadar sebagai guru aku tak sempurna, tapi disini aku akan berusaha melakukan yang terbaik untuk mereka, karena mereka adalah sumber inspirasiku untuk terus bertumbuh menjadi manusia yang lebih baik.
***


Tiga setengah tahun berlalu begitu saja laksana air mengalir. Aku dirundung rindu pada bau basah pagi  di Walesi, rindu pada riuh tawa anak-anakku yang kini sudah beranjak remaja. Nak, apa kabar? Bagaimana sekolah kalian? Harus tetap rajin shalat ya.

No comments:

Post a Comment

My Featured Post

Si unik Kapur Barus

Sejarah Kapur Barus Kapur Barus sudah bukan lagi barang aneh dalam kehidupan kita. Hal ini selain karena pemanfaatannya juga dikarenaka...