Sunday, January 27, 2019

Rindu Ummi untuk Fathian

Semua yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Innalillahi wainna ilaihi roji'un.
"Pagi telah pergi
Mentari tak bersinar lagi
Entah sampai kapan
'Ku mengingat tentang dirimu

'Ku hanya diam
Menggenggam menahan
Segala kerinduan
Memanggil namamu
Di setiap malam
Ingin engkau datang
Dan hadir di mimpiku
Rindu

Dan waktu 'kan menjawab
Pertemuanku dan dirimu
Hingga sampai kini
Aku masih ada di sini

'Ku hanya diam
Menggenggam menahan
Segala kerinduan
Memanggil namamu
Di setiap malam
Ingin engkau datang
Dan hadir di mimpiku
Rindu

Dan bayangmu
Akan selalu bersandar di hatiku
Janjiku pasti 'kan pulang bersamamu

'Ku hanya diam
Menggenggam…"

Tentang Rindu by Virzha



Setiap kali lagu ini terngiang terlintas di benakku, maka tanpa sadar air mata menetes tak terbendung, karna rindu yang terkira untuk buah hatiku, salah satu anak kembarku, anak pertamaku, Fathian Arzanka Shidqi. Mungkin tak banyak kenangan indah yang terukir, karna Allah mengizinkannya hadir di dunia ini hanya selama 4 hari. Tapi kenangan akan hari-hari saat mengandungnya selama 38 minggu di dalam perut ini, sampai ia lahir ke dunia, mendengar setiap tangisan dan saat kami bersitatap akan selalu menjadi kenangan terindah. Ummi sangat menyayangi dan merindukanmu nak. Belum puas rasanya ummi memeluk dan menciummu. Belum puas rasanya ummi bercerita denganmu 'nak. Tapi apalah daya ummi, Fathian bukan milik ummi, Allah yang menitipkan Fathian pada ummi. Jika Allah ingin mengambil Fathian kembali, apalah kuasa ummi untuk menolaknya nak 😭 maafkan ummi karna belum cukup baik menjadi ibumu. Saat ini bahkan sampai nafas terakhir ummi nanti, hanya doa yang bisa ummi panjatkan untukmu, semoga Allah mengizinkan kita untuk bertemu dan dipersatukan kembali di akhirat kelak. Ummi ingin memeluk dan menciummu lagi nak. Ummi rindu, benar-benar sangat merindukanmu. 

***

28 Januari 2018 pukul 20.25 wib, Fathian lahir dan disusul Quthbie pada pukul 20.27 wib. Dua jagoan yang selama ini kami nantikan dan doakan Alhamdulillah lahir dengan sehat dan selamat. Saat pertama kali mendengarkan tangisan anak pertamaku Fathian, air mataku langsung mengalir, kuucapkan syukurku kepada Allah, begitu pula ketika mendengar tangisan anak keduaku Quthbie. Ya Allah, terima kasih twins akhirnya telah lahir ke dunia ini tanpa kurang suatu apapun. Disela-sela proses penjahitan dokter mengucapkan selamat dan mengatakan suara anak-anakku kencang sekali, hehehe. Alhamdulillah suamiku ada dihari kelahiran anak-anak kami, sehingga ia bisa mengazankan mereka. 

30 Januari 2018, malam itu akhirnya kami bisa kembali ke rumah setelah dokter mengizinkan aku dan twins pulang. Melihat mereka dalam gendongan suami dan ibuku, rasa bahagia dan ingin cepat pulang menjadi tak terkira. Aku tak peduli lagi dengan rasa sakit yang masih berdenyut di lukaku. Malam itu jadi malam pertama kami bersama twins. Sebagai orang tua newbie, kami benar-benar kewalahan awalnya. Apalagi ASI-ku belum lancar, sehingga keduanya semakin rewel malam itu. Dan itu pertama kalinya pula aku merasakan putingku digigit kuat dengan gusi oleh keduanya, mungkin karna mereka gemes sama ASI-ku yang sedikit, ampun-ampunanlah rasanya. 

31 Januari 2018, aku tinggal berdua dengan Fika menjaga twins, karna suamiku dan ibuku pergi mengurus bpjs twins. Siang itu Quthbie rewel sekali karna demam. Untungnya Fathian dengan tenangnya tidur, sehingga aku bisa fokus menenangkan Quthbie. Tapi ketenangan Fathian membuatku khawatir sore itu, aku segera memaksanya bangun dan menyusukannya. Tapi Fathian hanya mengemut putingku dan tak mau menghisapnya dengan kuat seperti sebelumnya. Aku panik, aku minta ibu membawa twins ke bidan saja. Belum lagi aku juga kepikiran dengan suamiku yang juga sakit demam bapil, karna sudah berapa hari begadang tidak tidur demi menemani dan menjagaku. Menjelang malam aku makin panik dengan Quthbie yang makin rewel. Dan kepanikanku makin menjadi ketika melihat bibir Fathian tiba-tiba menjadi pucat, aku menangis dan meminta ibu membawa twins ke rumah sakit. Karna kondisiku yang masih tak berdaya, berjalan saja masih harus pegangan, akhirnya aku pasrah tidak dibolehkan ikut ke rumah sakit. Aku menanti kabar twins dengan cemas di rumah. Sepulangnya mereka, ibu bilang mereka hanya demam biasa, dan sementara mereka dibantu sufor dulu menjelang ASI ku lancar dan cukup untuk mereka. Semalaman itu semua begadang menjaga twins, memberi mereka susu. Tapi Fathian tetap dengan aksi tutup mulutnya. Tak mau menyusu sama sekali, baik dengan ASI maupun sufor. Setetes demi setetes diusahakan agar bisa memenuhi kerongkongannya. 

1 Januari 2018, twins sudah tidak demam lagi, tapi Fathian masih tetap saja begitu. Ya Allah, kenapa dengan anakku Fathian. Kenapa kuat sekali dia mengatupkan gusi-gusinya. Apa yang harus kulakukan agar dia mau menyusu seperti Quthbie? Siang itu aku sampai minta ayah mencari ustad untuk melihat keadaan Fafhian, tapi yang ada ayah hanya pulang membawa sebotol air dan memintaku meminumnya semampuku. Aku menurut saja. Sambil ibu mengurus Quthbie, aku memeluk Fathian dan mengajaknya bicara. Kusampaikan semua isi hatiku dan harapanku padanya. Tapi Fathian hanya menatap lurus kepadaku, dan tatapan itu kosong, mungkin karna dia belum bisa melihatku. Aku berusaha mengafirmasi Fathian agar mau menyusu, agar terus bertahan dan berusaha kuat untuk sembuh. Sampai tiba-tiba sore itu Fathian memucat lagi, bahkan bibirnya terlihat membiru. Aku menangis lagi dan meminta ibu membawa Fathian kembali ke rumah sakit. Dalam kepanikanku suamiku menyampaikan kekhawatirannya karna kondisi Fathian yang aneh menurutnya. Aku hanya berdoa terus agar Allah melindungi anakku dan membawanya kembali pulang. 

Sepulang dari rumah sakit lagi-lagi dokter mengatakan Fathian-ku baik-baik saja. Aku hanya harus berusaha menyusukannya terus. Ibu memberikan Fathian pada kami. Suamiku langsung membuka baju Fathian dan melihat tubuh Fathian yang makin kurus, dan nafasnya yang seolah-olah hilang timbul. Suamiku segera membersihkan BAB-nya kemudian memberikannya susu setetes demi setetes. Tapi lama-lama kami sadari, tak ada lagi respon dari Fathian saat kami memberinya susu, matanya masi terbuka, tapi wajahnya semakin memucat. Fathian, fathian, fathian, hanya itu yang terucap oleh kami. Diantara kepanikan itu tiba-tiba ibu datang dan kubilang fathian ga merespon saat dikasi susu. Ibu langsung mengisap hidungnya Fathian, tiba-tiba keluar susu dari hidungnya. Semakin paniklah kamj dan kubilang pada ibu agar segera bawa Fathian ke rumah sakit lagi. Kali ini aku memaksa untuk ikut ke rumah sakit, tapi tetap tak dibolehkan karna Quthbie pun butuh aku. 

Doaku semakin kuat untuk Fathian. Kali ini aku berusaha berdoa dengan ikhlas, memasrahkan semua keputusan pada Allah. Aku menjauhkan diriku dari hp. Aku tak lagi meneror fika menanyakan keadaan Fathian di rumah sakit seperti sebelum-sebelumnya. Tapi waktu berlalu cukup lama, aku mulai panik dan meminta ayah menghubungi fika tapi tak kunjung ada jawaban. Aku segera ambil hp ku untuk menghubungi fika, tapi belum sempaf aku menelponnya, pesan whatsapp di grup bintara membuatku penasaran. Ya Allah. Inikah jawaban-Mu atas doa-doaku untuk anakku Fathian? 

"Anak kakak yah. Ayah anak kakak. Anak kakak katanya udah gak ada lagi. Anak kakak yah" 

Hanya itu yang terulang-ulang. Ayah berusaha menyadarkanku. Dan mengingatkan tentang Quthbie. Aku segera memeluk Quthbie yang menangis kencang saat itu juga. Sampai akhirnya suamiku pulang dan menyampaikan bahwa aku harus merelakan kepergian Fathian  anak kami. Aku hanya bisa diam dan menjawab dengan airmata yang tak mampu kubendung. Ia memelukku dan kami pun menangis bersama. Lalu kuminta anakku Fathian. Aku ingin melihatnya. Suamiku mengingatkanku agar jangan sampai ada airmata yang mengenai tubuh Fathian. Kupeluk erat tubuh mungil itu. Ya Allah, begitu cepat Kau ambil kembali anugrah ini. Fathian, maafkan ummi nak. Ummi ternyata tak setegar itu untuk segera melepaskanmu. Ummi masih ingin mendekapmu, menciummu, membersamaimu.

Malam itu rumah langsung ramai oleh orang-orang. Semua mata menatap kasihan pada ibu muda ini. Yang berbahagia dan berduka pada saat yang sama untuk anak-anaknya. Aku berusaha tegar di hadapan mereka tanpa menangis dan berusaha tersenyum pada rasa iba mereka untukku. 

2 Januari 2018, hari pemakaman Fathian. Aku menatap nanar pada tubuh mungil yang sedang dimandikan dalam pangkuan abinya. Terlihat jelas kali ini suamiku tak bisa menutupi kesedihannya. Ia yang tak pernah memperlihatkan airmatanya pada orang lain, kali ini benar-benar menjadi lemah karna kepergian putranya. Ya Allah, dari semalam aku sibuk mengasihani diri sendiri sampai lupa memikirkan perasaan suamiku. Aku lupa, tak hanya aku seorang yang merasa kehilangan. Kami berdua adalah orang tua yang ditinggal mati oleh anaknya yang baru saja berusia 4 hari. Setelah selesai dikafani, aku dan suamiku menciumi Fathian untuk terakhir kalinya. Tak lama suamiku segera menggendong tubuh mungil itu untuk dishalatkan di mushala. Ia berjalan dengan cepat keluar rumah. Tanpa sadar aku berusaha mengejarnya. Dalam fikiranku saat itu, tolong jangan bawa Fathian pergi uda 😭 jangan bawa pergi anak kita.

Semua orang menahanku, dan berusaha menyadarkanku. Tapi aku malah mulai hilang kesadaran dan lunglai seketika. Yang kuingat hanya tangan kuat Haris yang menopang tubuh lemahku. Dan tau-tau aku sudah berada di tempat tidurku. Segera aku disadarkan lagi tentang anakku Quthbie. Aku harus kuat agar ASI-ku untuk Quthbie tetap lancar. Ya Allah, bantulah hamba-Mu yang lemah ini. 

Pagi itu anakku Fathian langsung disemayamkan. Dan sampai saat ini aku masih belum mengunjungi tempat peristirahatan terakhirnya. Aku janji pada suamiku, aku akan kesana setelah keadaanku benar-benar pulih. Tunggu ummi, nak. 

***

Sejak kepergian Fathian, fokus kami berdua tentu tertuju pada Quthbie seorang. Meski sesekali setiap terkenang Fathian airmata ini terus saja mengalir, tapi aku sudah rela. Karna anakku Fathian jelas telah menjadi penghuni surga. Maka tugas kami kini adalah mendidik, merawat dan membesarkan Quthbie dengan baik sesuai tuntunan agama agar kelak menjadi penghuni surga pula. Ya Allah, doaku masih saja sama, jadikanlah anak-anakku ini hamba-Mu yang soleh, yang taat hanya pada-Mu. Dan persatukanlah kami semua di akhirat kelak dalam jannah-Mu. 

Tunggu ummi ya nak, doakan agar ummi, abi dan quthbie tetap di jalan Allah agar kita semua bisa berkumpul kembali. 

My Featured Post

Si unik Kapur Barus

Sejarah Kapur Barus Kapur Barus sudah bukan lagi barang aneh dalam kehidupan kita. Hal ini selain karena pemanfaatannya juga dikarenaka...