Selamat malam para penduduk Bumi, Indonesia Bagian Barat tepatnya di Pekanbaru, Riau yang matanya masih on fire kayak aku :-D Fix malam ini aku bisa dikatakan lagi dilanda penyakit malarindu kronis. Akibat masih harus berjuang di UTN ulang kedua (hiks!).
Sebelum masuk ke pembahasan inti, aku curhat dikit tentang perjuangan aku di PPG yang tinggal menghitung hari.
Jadi ceritanya pulang study tour (banyakan wisatanya sih, hehe) ke UNP, Sumatera Barat, kami semua peserta PPG Angkatan IV tahun 2016 dihadapkan dengan UTN yang menjadi momok paling menakutkan. UTN utama di Universitas Riau berlangsung pada hari Sabtu, 10 Desember 2016. Keluar dari ruangan sulit untukku menahan air mata, yang akhirnya jatuh berderai ngalahin air terjun di parkiran motor dekanat FKIP UR. Sampai di asrama lanjut nangis sampai akhirnya ngerjain ulang soal-soal UTN yang masi kuingat untuk meredakan kegundahan hati ini. Ndak sampai seminggu, tanggal 16 abis subuh banget, pengumuman keluar. Subhanallah, aku harus mengulang dengan seluruh teman-teman kimiaku di UR. Cuma selang lima hari, kami pun harus mengulang pada tanggal 21 Desember. Aku sampai pede bakal lulus kali ini. Nyatanya? Malam tanggal 29 desember, lagi-lagi aku harus bisa menerima kenyataan bahwa aku mengulang again! Ya Allah, sungguh aku mengimani Qada dan Qadar-Mu. Rasanya mau nangis saat itu juga, tapi itu tak bisa kulakukan di depan teman-temanku. Di satu sisi yang lulus jadi tak enak hati, yang sama-sama gak lulus pun bakal makin sedih. Apalagi salah seorang temanku, Ami, sampai pingsan berkali-kali setelah mendengar hasil pengumuman itu.
Oke, saatnya lupakan kisah pilu itu dulu, karena tanggal 7 januari 2017 semakin dekat. Fokus ke alasan aku comeback ke blog buat nulis ini di malam buta, saat semua penghuni asrama sudah terlelap.
Aku rindu. Rindu pada orang-orang yang menjadi alasanku berjuang disini. Keluargaku, Ibu, Ayah, Haris dan Fika. Dan si zat adiktif, matahariku, Syamsul Anwar. Sosok yang tak henti mendukung dan mendo'akanku selama ini dengan tulus.
Ibu, sebagai orang terdekat di hidupku, cinta pertamaku. Sedari kecil, hanya senyumnyalah yang menjadi kekuatanku. Meski seringkali berbeda pendapat, tapi aku sangat mencintainya. Tanpa ibu, aku bagai butiran debu. Aku tak masalah sering dikatain anak rumahan, anak ibu, yang apa-apa harus minta pendapat ibu, kemana-mana harus seizin ibu, cupu kurang gaul karena jarang ngumpul, apalagi hang out bareng teman dan sebagainya. Apalagi kalau pas gak ngeh sama hp, teman-temanku pasti selalu "diteror" ibu ditanyain akunya kemana, lagi sama mereka atau gak, hahaha.
Aku paling tau kepahitan hidup yang dialami ibuku. Bagaimana beliau berusaha memperjuangkan yang terbaik untuk kami anak-anaknya. Semua yang dilakukannya hanya demi kami. Ibuku hanya lulusan SMA, walaupun dulu sempat merasakan perkuliahan sekitar setahun di IPB. Kondisi keuangan dan kesehatanlah yang menyebabkan beliau harus mengubur mimpi untuk menjadi sarjana. Itu sebabnya dia berusaha keras menjadikan kami semua sarjana.
Sama seperti anak-anak lainnya, hal yang paling dikangenin saat jauh dari ibu sudah pasti adalah masakan dan pelukan hangatnya. Ya, termasuk kecerewetannya dalam hal ingetin ini dan itu terutama shalat.
Ayah, pemimpin keluarga. Sebagai anak ibu, bukan berarti aku tak menyayangi ayahku. Hanya saja kedekatanku dengan ayah lebih secara emosional dibanding fisik. Aku paling takut dengan amarah ayah, meski selalu ada ibu yang menjadi tameng.
Ayah, juga adalah pria paling pencemburu. Apalagi kalo aku udah diantarin cowok ke rumah, pasti diliatin banget. Belum lagi, kalau tahu aku pacaran. Susah banget minta izin jalan keluar, kalo pun diizinin, dari aku melangkah keluar rumah aku udah ditungguin di depan pintu sampai pulang. Pernah ada pengalaman, aku mau keluar buat makan sama pacar cuma dikasi waktu setengah jam :-D ya ngebut sampai sakit perut dibuatnya. Akibatnya aku memilih pacaran backstreet dari ayahku, hehe.
Haris, my man. Adik laki-laki satu-satunya. Kebanggaan keluarga. Anak terjenius yang pernah kukenal. Aku aja sampai sekarang masih heran, padahal di rumah hobinya itu main game, jarang banget belajar, tapi pinternya itu kok kebangetan. Banyangin aja, dari SD udah ikut olimpiade Fisika. Masuk SMAN Plus (sekolah impianku tapi gagal di tes akhir) otaknya makin encer. Dia fokus mengikuti berbagai olimpiade di Bidang Matematika. Pelajaran yang paling tidak kukuasai diantara semua bidang sains. Yang paling membanggakan adalah pada saat dia mendapatkan medali Perak OSN tahun 2008 di Makassar dan medali emas OSN tahun 2009 di Jakarta. Segudang prestasi ini menyebabkan dia mendapatkan beasiswa dan kuliah di ITB, di jurusan yang sangat diimpikannya, Teknik Elektro. Kepintarannya ini sempat bikin aku was-was pas lagi ngerjain skripsi, karena jarak usia kami hanya setahun, alias aku takut kesalip wisuda sama dia, hahaha.
Sekarang dia udah kerja di Jakarta, meskipun masih aktif mengajar olimpiade Matematika. Dia sempat menulis buku yang berjudul "Sukses Menuju OSN Matematika SMA". Pernah juga mengikuti Indonesian Symposium on Robot Soccer Competition (ISRSC) pada tahun 2014.
Why he is my man? Dia satu-satunya teman ngobrol priaku yang paling setia dan jujur dari dulu sampai saat ini. Tempat bertanya dan minta tolong. Sosok cool tapi paling peduli dan penyayang luar biasa. Aku paling seneng pamer kejeniusan dia, hahaha.
Fika, my colour of life. Adik perempuan satu-satunya. Paling cerewet, suka ngajak berantem, tapi tetap paling jadi kesayangan di rumah. Sebagai anak bungsu, gak satupun penghuni rumah yang bisa nolak setiap permintaannya saking sayangnya sama dia nih. Paling tau kelemahan orang rumah dan pintar merayu.
Fika, teman terbaik, teman jalan, teman makan, teman bobok, teman di segala situasi. Dia paling tau tentang aku dan mengerti aku. Anak satu ni ngikutin jejak abangnya, penyuka matematika. Pintar dan punya senyum manis banget, saking manisnya sampai ngalah-ngalahin sakarin. Aku banyak menaruh harapan padanya dan terutama Haris.
Fika ini juga paling bisa diandalkan, apalagi kalo diiming-imingi dengan hal yang dia sukai, terutama makanan. Buatin aja dia mie goreng, pasti cepet dia nologin, hahaha. Rindunya aku pada gadis kecilku yang sudah tak kecil lagi ini.
Zat adiktif-ku, Syamsul Anwar. Lagi-lagi aku tak bisa menjelaskan dengan gamblang tentang dia kali ini. Akan kulakukan jika hajatku sampai. Yang pasti, sampai saat ini, rasa untuk dia masih sama, bahkan kian bergejolak seiring akan berakhirnya PPG ini. Aku tau, diujung sana selalu ada lantunan do'a darinya. Thank you, dear.
Padahal keluargaku kecuali my man ada di Pekanbaru. Tapi rindunya bukan main. Hanya saja aku menahannya sampai aku bisa menyelesaikan tugas terakhirku di PPG ini. Berilah kebahagiaan untuk semua orang terdekatku. Jika lulus PPG dan mendapatkan gelar Gr adalah kebahagiaanku dan mereka, mudahkanlah urusanku menuju itu semua ya Allah, aamiin.
07122017. Semangat! Fighting! Hwaiting!