Thursday, November 26, 2015

Walesi, aku rindu

Tepat tanggal 27 Agustus malam, aku tiba di Pekanbaru. Melihat wajah ibu, ayah, seketika tangisku pecah. Betapa rindunya aku pada mereka. Wajah yang hanya bisa kulihat dari foto digital selama setahun ini. Ya, anakmu sudah pulang. Ia kembali dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Ia baik-baik saja selama di negeri orang. Kekhawatiran dahulu tak terjadi sama sekali. Anakmu telah dewasa, ia berhasil menjaga dirinya selama jauh darimu.

Kini, aku mendadak rindu Walesi. Aku rindu keributan yang dibuat anak-anak ketika pagi datang. Rindu dinginnya air dan udaranya. Rindu kata-kata "laok ibu guru" 😁 Aku rindu anak-anakku di walesi. Jika ditanya inginkah aku kembali? Ya sesekali aku ingin kembali. Tapi ketika ditanya bisakah menetap, aku rasa itu sulit, bukan tak ingin, hanya saja aku tak punya alasan kenapa harus tinggal disana. Ah, andai saja biaya transportasi ke Papua itu wajar, besok pasti aku sudah kesana.

Bagi yang gak tau Walesi itu dimana aku bakal cerita sedikit. Walesi atau welesi merupakan sebuah nama distrik, distrik adalah pembagian wilayah administratif khusus provinsi Papua dan Papua Barat, istilah ini sama dengan kecamatan seperti halnya provinsi yang lain. Distrik walesi terletak di provinsi Papua, kabupaten Jayawijaya.  

Jarak menuju distrik Walesi dari ibukota Kabupaten yaitu Wamena sekitar 12 km lebih, dari jalan Ahmad Yani lurus terus menuju Pasar Misi di distrik Wouma, setelah melewati jembatan akan ada simpang tiga, belok ke kanan persimpangan itu dan lurus saja sejauh 8 km. Menuju distrik walesi di kiri jalan kita akan disuguhi pemandangan karpet hijau. Di sebelah kanan jalan kita akan disuguhi derasnya air Kali Uwe, salah satu sungai besar yang ada di kabupaten ini. 

Dengan birunya langit, menjadikan perjalanan ini begitu menyenangkan dan menenangkan. Dari jauh kami sudah bisa melihat kubah mesjid berwarna kuning keemasan, itulah Mesjid Al-Aqsha. Salah satu mesjid yang ada di distrik Walesi. Letaknya dekat sekali dengan rumah (pos) tempat tinggal sementaraku selama setahun. Setelah berkendara kurang lebih 20 menit kita akan menemukan persimpangan lagi dekat gereja, kita belok ke kiri, gak sampai 5 menit kita sudah sampai disana. 

Rumah Biru (blue house), begitu kami menyebut nama rumah itu. Terletak di kawasan kampung muslim karena penduduk disana mayoritas beragama islam. Selain mesjid disana juga berdiri pondok Pesantren Al-Istiqomah dengan Kepala Asrama Pak Sumadi, dan ada sekolah MI Merasugun Asso dengan kepala MI Pak Anwar Mas'ud. Anak-anak yang sekolah disini kurang dari 100 orang, dan lebih dari 50% merupakan anak-anak asrama. Dengan dana bantuan seadanya yang tak menentu, mereka masih tetap mau datang belajar menimba ilmu dari para guru.

Aku rindu Walesi, aku berharap masih ada kesempatan untuk menjejakkan kaki sekali lagi disana dan melihat mereka, anak-anakku yang telah tumbuh dewasa.

My Featured Post

Si unik Kapur Barus

Sejarah Kapur Barus Kapur Barus sudah bukan lagi barang aneh dalam kehidupan kita. Hal ini selain karena pemanfaatannya juga dikarenaka...