Dari pagi udah sibuk banget mau photo-photo Album Pengurus Himaprostpek UR,,
jalan kaki dari sekre Hima menuju depan rektorat UR..
meskipun pagi-pagi panasnya udah terik banget,
tapi kami semua tetep semangat buat photo-photo..
untung aja si "Gembel" sang photograper sabar banget liat polah kami..
bahkan dianya ikutan semangat..
ahahaaaa
abis tuu...siangnya langsung nge-charger tenaga buat berjojang malam ria,
terbukti pas maen-maen aku dan yessy ga ada capek-capeknya..
niat awalnya pengen bawa camdig buat foto-foto...tapi berhubung camdig nya dibawa fika pulkam,alhasil kami hanya mengitari pekanbaru dengan penuh semangat...
Panam-Jln Riau-Sudirman-Gobah-Harapan Raya-Marpoyan-Panam
sempat singgah dinner dulu di Ayam Penyet Ria cab.Batam...awalnya agak takut-takut gitu gara-gara pengunjungnya chinese semua...cuma bisa berdoa dalam hati kami ga salah tempat makan..hufh
Tapi jauh-jauh maen ujung-ujungnya ke PJ juga...ahaha
lumayanlah dapet satu kemeja maniss...
tapi abis tuuu kami ga langsung pulang,
kami malah mengintai si abang vespa...
memperhatikan dia dari kios orang,
mengawasi dia yang lagi berkemas...
udah kayak maen detektif-detektifan..
orang-orang bingung melihat kami yang berdiri sambil celingak celinguk melihat ke belakang..
sampe akhirnya kami merasa si abang udah siap buat pulang, kami langsung buru-buru ngambil motor...si yessy paling laju jalannya..hehee
kami celingak-celinguk lagi melihat ke dalam...berharap si abang belum menghilang...eheh tau-tau dia nongol di depan kami...kami mengikuti dari belakang sambil si yessy ngambil foto-foto abang itu..
sesekali dia melihat ke arah belakang, dia menunggu temennya nyusulin dia...
dia sempat berhenti, dan melanjutkan lagi perjalanan pulang..
serius gila kami mengintai si abang vespa sampai balam sakti...ngikutin dia dari belakang sambil curi-curi fotonya..mana tuh abang pake kacamta bulat gitu rupanya,,lucu deh...
pas ngeliat plat nomornya,ternyata si abang dari sumbar..
"ahahaa...sakiroe urang bukik", seru yessy
ya ampunnn....something...benar-benar malam yang something banget...
kami asik ketawa-ketiwi aja menyadari tingkah kami yang benar-benar di luar dugaan..jojoBa...emank pas banget buat kami...jomblo malah seneng....ahahaaaa
salah satu malam yang ga akan terlupakan bersama zoey dan si abang vespa-nya ^_^
Inilah aku dan perjalananku. Nikmati semua cerita dan postinganku tanpa berusaha menghakimiku.
Saturday, March 24, 2012
Friday, March 23, 2012
“NASIB SI ANAK HONORER”
Tiba-tiba gerimis mengguyur tanah melayu ini, padahal senja baru saja turun. Aku disini, duduk di teras rumah kebanggaanku, terpaku melihat sosok yang tak asing di mataku. Nadya. Ya dia adalah tetanggaku. Sahabatku dulu. Teman terbaik yang pernah kupunya. Namun, sejak kejadian itu dia berubah. Dia bukan lagi Nadya yang kukenal. Bukan lagi Nadya yang selalu ceria dan penuh semangat. Tiba-tiba gadis yang sedang sedari tadi kuamati itu melihat kearahku. Melihat dengan wajah yang tak lagi bersahabat. Dia membenciku. Itu pikirku sejak dulu, bahkan sampai saat ini.
“Aska”, sapa Mama.
“Hmm, iya Ma. Ada apa?”, jawabku sekenanya.
“Mama mau ke mini market, kamu bisa antar Mama sekarang?”.
“Sekarang?”
“Iya. Soalnya Pak Karman belum balik-balik dari menjemput Citra”
“Baik, Ma. Sebentar. Aska mau ganti pakaian dulu”.
Setelah berganti pakaian, aku segera menuju mobil. Menemani Mama berbelanja. Berkali-kali aku tidak nyambung dengan arah pembicaraan Mama. Aku tidak fokus. Aku masih memikirkan Nadya. Aku masih tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Haruskah aku ikut dipersalahkan dengan apa yang menimpanya?
“Masih Nadya?”, tanya Mama tiba-tiba.
“Ya, Ma”.
“Kamu udah coba untuk bicara dengannya?”.
“Dia selalu menghindar, Ma. Bagaimana Aska bisa bicara dengannya? Bahkan hari ini dia melihatku dengan tampang jijik. Apa salah Aska Ma?”
“Aska, tak ada yang salah dalam hal ini. Ini soal keadaan. Hanya saja Nadya tak bisa menerimanya. Dan dia melampiaskannya pada semua orang, termasuk sama kamu”.
“Malam ini Aska akan menemuinya, Ma”.
Sudah kuputuskan. Aku akan menemuinya. Aku sudah tak tahan dengan keadaan ini. Buat Nadya mungkin ini tidak penting, tapi untukku penting. Dia harus tahu itu. Dengan cepat aku melaju menuju rumah. Setelah isya nanti aku akan kesana. Sekeras apa pun dia coba untuk menghindariku.
***
Tok,tok,tok. Kuketuk pintu rumah sederhana itu. Pintu yang sudah dua tahun ini tak pernah kuketuk lagi. Berkali-kali kuketuk. Dan pintu pun dibukakan.
“Bang Aska?,” seru Maya kaget. Maya adalah adik Nadya satu-satunya.
“Siape tu Maya?” teriak Nadya dari dalam.
“Bang Aska, Kak”, jawab Maya sekenanya. Tapi tak ada jawaban lagi dari dalam. Seketika suasana jadi hening.
“Assalamu’alaikum May. Boleh abang masuk?”
“Eh, wa’alaikumsalam. Iye Bang boleh. Maaf Maya jadi tak sopan ke Abang”.
“Iya. Tidak apa-apa. Bisa kan panggilin Kak Nadya?”.
“Bise Bang, tapi May tak janji ye. Abang tau sendirilah Kak Nadya macam mana kini”
“Iyalah, abang tunggu. Tapi abang tunggu di depan ajalah ya. Tak enak pula rasanya kalo diliat orang”.
“Iye bang. Tunggu sekojap ye”.
Aku memandang kedepan dengan tatapan kosong. Nadya sekarang hidup berdua saja dengan Maya. Hidup dua kakak beradik ini sudah berjalan dua tahun sejak Ayahnya meninggal. Sedangkan Ibunya, sudah tiada sejak melahirkan Maya. Ayah dan Ibu Nadya adalah guru. Tapi honorer. Tak pernah diangkat menjadi PNS.
“Kenape tibe-tibe kau datang lagi? Tak sadar kau aku tak mau jumpe kau lagi?”, cecar Nadya tiba-tiba. Ah, aku rindu pada logat bicaranya yang tak pernah berubah itu.
“Nad. Kurasa kita perlu bicara. Aku ga’ ngerti kenapa kamu tiba-tiba jadi kayak gini?”, jawabku lembut.
“Sampai sekarang tak juge kau tahu apa sobab’e?”.
“Apa hubungan Ayahmu denganku?”.
“Kalian semua orang kaye same je. Takkan pernah mengerti dengan apa yang dirasakan orang kecil”.
“Nadya. Kenapa pikiranmu jadi sedangkal ini? Kamu samakan semua orang tanpa alasan. Bahkan pada aku sahabatmu dulu? Ini tak adil untukku”.
“Ka. Apa yang kau tahu tentang kehidupan ini? Tak ada yang adil. Kami orang pribumi, kami pula yng tertindas. Mentang-mentang kami miskinkah? Takkah kau lihat kini keadaan kami? Hidup dua beradik dengan serba kekurangan sejak ditinggal mati Bapak kami. Tanpa siapapun yang peduli pada kami. Bahkan kau, Aska”, ucap Nadya dengan suara bergetar. Dapat kulihat Maya mulai meneteskan airmata melihat pertengkaran kami.
“Nad, aku...”
“Sudahlah Aska, kau takkan ngerti. Sekolah kau aja yang tinggi. Tapi hati kau tak punye. Kau lihat kini si Maya. Tak lagi die sekolah gara-gara aku tak punya uang lebih. Sekolah gratis ape? Dana BOS ape? Omong kosong segala’e. Mamak Bapak aku guru. Tak satupun jadi pegawai. Padahal mereka lah mengabdi lebih dua puluh tahun. Sejak aku belum lahir ke dunia ini lagi. Janji-janji busuk saje yang dilontarkan. Tak ada realisasinya. Hanya karena kami tak beduitkah? Karena kami tak bisa menyuap? Sekarang merekalah tiade, ade yang peduli? Tak satupun yang menghargai jase mereka. Makin pintar kalian, makin tak berhati kalian. Sekolah tinggi-tinggi hanya untuk mencari duit yang tak halal. Di negeri ni, yang beduitlah yang berjaye, bahkan untuk orang-orang macam kau, Aska”.
“Aku mengerti dengan apa yang kamu rasakan. Tapi kamu ga bisa samakan aku dengan orang-orang itu Nad”
“Tak sadar kau dengan apa yang bari ku sobut tadi? Kau akan same aje dengan budak-budak nerake tu. Kau kini da kuliah. Nak kuliah saje orang tue kau da habiskan banyak uang. Suap sana-sini biar bise dapat bangku. Selagi belajar kau juga pasti banyak tak jujur. Nanti lepas tu kau kerja disane. Tabiat kau kelak akan same dengan mereka Aska. Karena sejak awal saje jalan kaulah tak benar. Aku benci dengan mereka. Benci dengan orang-orang yang kelak membiarkan kau akan jadi macam tu. Dan aku benci dengan kau”.
Aku terdiam seketika. Itulah salahku. Kulihat mata Nadya sudah berkaca-kaca. Airmata itu masih terbendung disana. Aku tak bisa melihat airmata itu jatuh dihadapanku. Aku memilih pergi meninggalkannya yang masih berdiri didepan pintu. Aku pulang.
Di rumah kulihat Mama dan Papa sedang menonton televisi. Disana terlihat potret mengenai sekolah dasar yang keadaannya sudah sangat memprihatinkan. Tak tersentuh pemerintah. Aku kesal. Aku langsung masuk kamar dan membanting pintu dengan keras. Kurebahkan tubuhku di atas kasur. Kata-kata Nadya masih terngiang-ngiang di telingaku. Semua kata-katanya benar. Hanya saja aku masih tak bisa terima disamakan. Aku sadar aku salah dari awal. Hanya karena ingin kuliah di universitas Negeri kulakukan semuanya. Begitu pula dengan orang tuaku. Bahkan sampai kepada hal yang tidak benar. Apakah harus seperti ini jalannya? Benar kata Nadya. Awalnya saja sudah tidak benar, kelak selanjutnya tidak akan benar pula. Solah-olah semua sudah menjadi tradisi. Kalau begini terus pendidikan di negeri ini memang takkan pernah bisa maju. Hanya akan diisi oleh orang-orang yang tidak benar. Tanpa sadar airmataku yang jatuh.
Ya Allah, dosaku telah sangat banyak. Aku bercita-cita menjadi guru. Tapi dari awal saja aku sudah menunjukkan ketidakpantasanku untuk menjadi seorang guru. Dalam belajar pun terkadang aku juga tidak benar. aku masih saja menyontek untuk mendapatkan nilai bagus. Untuk mendapatkan IPK lebih dari 3.00. Kelak aku akan jadi guru yanga bagaimana jika aku masih saja seperti ini? Ya, benar kata Nadya. Kelak tabiatku akan sama saja seperti mereka. Ya Allah, ampuni aku.
Tiba-tiba Mama masuk. Aku segera duduk. Aku tahu Mama akan bertanya tentang Nadya. Mama duduk disebelahku. Tanpa basa-basi segera kuceritakan semuanya. Tanpa ada yang dilebih-kurangkan. Mama pun terdiam. Dapat kulihat rasa bersalahnya juga. Tapi apa yang bisa dilakukan sekarang? Waktu tak bisa diputar ulang lagi. Hanya bisa berjalan terus ke depan sambil memperbaiki langkah.
Selepas Mama keluar aku segera menuju ke kamar mandi. Aku mengambil air wudhu. Aku mau shalat taubat. Aku mau memohon ampun pada Kahalik-ku. Kata-kata Nadya tadi menyadarkanku. Aku memang telah salah langkah dari awal. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang selain memohon ampun pada-Nya dan berusaha memperbaiki semua yang telah terlanjur kini.
***
Dua hari lagi aku akan berangkat ke Pekanbaru, karena masa liburku telah habis. Aku akan meninggalkan Airmolek, kota kelahiranku. Kota tempat sahabat lamaku berada. Sahabat yang sampai saat ini masih tak mau melihat ke arahku. Yang masih tak percaya pada janjiku. Ya Allah, lindungilah aku dari perbuatan-perbuatan nista itu.
Aku berjalan dengan mantap ke rumah itu lagi dan menemui Maya. Kutitipkan surat untuk Nadya padanya. Aku tak berani bertemu langsung dengannya. Aku masih malu padanya bahkan pada diriku sendiri. Aku hanya bisa menjanjikan padanya bahwa aku akan membuktikan kata-kataku. Aku tidak akan menjadi sama dengan mereka-mereka yang melakukan hal yang tidak benar pada sistem ini. Aku akan belajar dan berusaha menjadi guru yang jujur. Aku akan mencetak generasi-generasi yang jujur dan berkualitas. aku akan melakukan semua itu. Dan aku akan melakukan ini dengan benar. Tak lagi menghalalkan segala cara seperti dahulu. Ini kulakukan bukan hanya karena dia, tapi juga untukku, untuk negeri Melayu ini dan bangsa ini.
Gerimis turun lagi senja ini. Namun kali ini pikiranku tak lagi kusut. Meski tak tahu apa Nadya akan berbalik mendukungku tapi aku telah memantapkan hatiku. Aku akan berubah. Aku akan buktikan. Saatnya memulai dari sekarang daripada tidak sama sekali. Karena tak pernah ada kata terlambat untuk perubahan yang lebih baik.
*SELESAI*
Subscribe to:
Posts (Atom)
My Featured Post
Si unik Kapur Barus
Sejarah Kapur Barus Kapur Barus sudah bukan lagi barang aneh dalam kehidupan kita. Hal ini selain karena pemanfaatannya juga dikarenaka...
-
Kali ini saya akan membagikan pengalaman yang baru saja saya alami pagi ini. Mungkin sudah banyak rekan-rekan disini yang menget...
-
Baiklah, kali ini aku akan membagikan sedikit pengetahuanku mengenai Kromatografi Gas. Materi ini aku pelajari pada saat mengikuti mata...
-
Pertama kali dengar lagu ini, yang terlintas di benakku saat itu adalah uda. Lagu ini ngegambarin banget perjalanan cinta kami, bagaimana ak...